Materi-materi kuliah S2 KMB

klik download di sini

Senin, 26 Oktober 2009

Pedoman Pengkajian Luka

Pedoman untuk melakukan pengkajian luka menurut Keast et al, 2004 dalam Dealey, 2005 adalah berpedoman pada kata MEASURE
M = Measure, dikaji lama, lebar, kedalaman dan area
E = Exudate, dikaji kuantias dan kualitas
A = Appearance, dikaji dasar luka, jenis jaringan dan jumlah
S = Suffering, dikaji kenis nyeri dan tingkat
U = Undermining, dikaji apakah luka mengaung atau tidak
R = Re-evaluate, dilakukan evaluasi secara teratur
E = Edge, dikaji kondisi tepi luka sekitar kulit

Kamis, 10 September 2009

Terapi Oksigen

Pengertian dan definisi terapi oksigen

Terapi oksigen adalah pengelolaan oksigen tambahan pada pasien untuk mencegah atau menangani hipoksia. Hipoksia adalah satu kondisi dimana tidak terpenuhi oksigen untuk memenuhi kebutuhan metabolisme jaringan dan sel (Herry and Potter, 2006).

Fungsi terapi oksigen

Fungsi terapi oksigen adalah untuk memberikan transport oksigen yang adekuat di dalam darah sehingga mengurangi kerja pernafasan dan menurunkan stress pada otot jantung (Brunner and Suddarth, 2007). Terapi ini bermanfaat bagi pasien-pasien hipoksemia dengan masalah nonpulmonal dan juga bagi mereka yang mengalami eksaserbasi akut COPD. Terapi ini juga mengatasi vasokontrinsi pulmoner dan kerja jantung kanan dan menurunkan iskemia miokard. Hasilnya akan memperbaiki kardiak output.

Oksigen dengan konsentrasi tinggi harus diberikan pada semua pasien atau cedera gawat dengan insufisiensi respirasi, syok atau trauma walaupun tekanan parsial oksigen arteri tinggi. Karena pada pasien-pasien ini hantaran oksigen ke jaringan terhambat oleh pertukaran gas paru yang tidak cukup, volume sirkulasi yang kurang dan fungsi kardiovaskuler atau distribusi aliran darah yang terganggu (Fikri dan Ganda, 2005).

Dalam konteks kardiologi, masalah oksigen terjadi disebabkan karena hambatan transport oksigen akibat penurunan fungsi jantung untuk memompa darah ke seluruh tubuh. Dampak penurunan fungsi ini tampak dari tanda-tanda cepat lelah, nafas pendek, perfusi jaringan perifer menurun dll. Apabila oksigen diberikan pada gangguan jantung, maka oksigen masuk berdifusi ke dalam paru-paru relatif mudah. Dari alveoli oksigen berdifusi ke dalam pembuluh darah arteri. Karena masalah utamanya adalah pada hambatan transport (gangguan cardiac output atau denyut jantung) maka pemberian oksigen akan meningkatkan PaO2 dan saturasi O2. Dengan peningkatan saturasi oksigen, maka hemoglobin mampu membawa oksigen lebih banyak dibandingkan dengan jika seseorang tidak diberikan oksigen. Pada kondisi demikian maka kebutuhan perfusi jaringan dapat dipenuhi meskipun terjadi penurunan rata-rata aliran darah ke jaringan.

Sebenarnya sel hanya membutuhkan sedikit tekanan oksigen untuk terjadinya reaksi kimia intraseluler yang normal. Alasannya adalah bahwa sistem enzim respirasi sel disesuaikan sedemikian rupa sehingga bila PO2 sel lebih dari 1 sampai 3 mmHg, tersedianya oksigen tidak lagi merupakan suatu faktor pembatas kecepatan reaksi kimia tersebut. Malahan, faktor pembatas utamanya kemudian adalah konsentrasi adenosin diposfat (ADP) di dalam sel. Penggunaan adenosin trifosfat (ATP) dalam sel menghasilkan energi, ATP yang kemudian diubah menjadi ADP. Peningkatan konsentrasi ADP, sebaliknya akan meningkatkan metabolisme oksigen dan berbagai makanan yang bercampur dengan oksigen untuk melepaskan energi. Energi ini dibutuhkan untuk membentuk ATP. Oleh karena itu, pada keadaan normal waktu kerja kecepatan penggunaan oksigen oleh sel diatur oleh kecepatan pengeluaran energi dalam sel tersebut yaitu oleh kecepatan pembentukan ADP dari ATP. Hanya dalam keadaan hipoksia berat penggunaan oksigen menjadi suatu keadaan yang terbatas (Fikri dan Ganda, 2005).

Terdapat bukti bahwa terapi oksigen mampu memperbaiki aliran oksigen ke paru dan meningkatkan pertahanan paru dan membantu transport mukosilier dan pembersihan mucus (Bach and others, 2001 dalam perry dan Potter, 2006).

Namun bukti lain menyatakan bahwa terdapat masalah besar di dalam pengelolaan terapi ini pada eksaserbasi COPD akut yang diakibatkan elevasi kadar CO2 dan peningkatan resiko gagal nafas. Pengelolaan terapi oksigen, meski dalam kadar yang rendah (24 – 28%) mungkin mengakibatkan hiperkarbia dan harus diberikan dengan hati-hati (Snow and others, 2001 dalam perry dan Potter, 2006).

Indikasi terapi O2 pada klien

1. Hypoxia / hypoxemia; artinya penurunan PaO2 kurang dari 60 mmHg atau SaO2 kurang dari 90% di dalam ruangan atai dengan PaO2 dan/atau SaO2 di bawah rentang yang diinginkan secara klinik

2. Penurunan COP

3. Peningkatan kebutuhan oksigen

4. Penurunan daya angkut oksigen

5. Peningkatan beban kerja miokard pada MCI

6. Prosedur yang bisa menyebabkan hypoxemia

7. Trauma berat

8. Terapi jangka pendek atau intervensi bedah misalnya post anestesi recovery, bedah panggul

NICE menyarankan pengkajian kebutuhan untuk terapi oksigen pada pasien di bawah ini (Evidence level D)

· Obstruksi aliran udara berat dengan FEV1 kurang dari 30% yang diperkirakan.

· Cyanosis.

· Polycythaemia.

· Oedema perifer.

· Tekanan vena jugularis meingkat

· Saturasi oksigen kurang dari 92% saat bernafas.

· Obstruksi aliran udara sedang (FEV1 30 to 49% of predicted).

· Hembusan singkat dari terapi oksigen untuk episode hilang nafas hanya digunakan jika semua metode lain gagal. (Evidence level C).

Cara pengelolaan terapi oksigen

Alat

Rerata aliran

yang disarankan

(l/mnt)

Persentase

Oksigen

Keuntungan

Kerugian

Low-Flow Systems

Cannula

1

2

3

4

5

6

24%

28%

32%

36%

40%

44%

Ringan, nyaman, murah, tidak mengganggu makan dan aktivitas

Mukosa hidung kering, FiO2 bervariasi

Oropharyngeal catheter

1–6

23–42

Murah, tidak perlu trakheostomi

Iritasi mukosa hidung, kateter harus sering diganti-ganti dengan lobang hidung satunya

Mask, simple

6–8

40–60

Mudah digunakan dan murah

Kurang cocok, FiO2 bervariasi, dilepas saat makan

Mask, partial rebreather

8–11

50–75

Konsentrasi oksigen sedang

Panas, kurang cocok, dilepas saat makan

Mask, non-rebreather

12

80–100

Konsentrasi oksigen tinggi

Kurang cocok

High-Flow Systems

Transtracheal catheter

¼-4

60–100

Lebih nyaman, dapat disembunyikan di dalam baju, oksigen lebih rendah dibandingkan kanula nasal

Butuh sering pembersihan dan teratur, membutuhkan intervensi bedah

Mask, Venturi

4–6

6–8

24, 26, 28

30, 35, 40

Pemberian oksigen tingkat rendah, FiO2 tepat, Tersedia kelembaban tambahan

Harus dilepas saat makan

Mask, aerosol

8–10

30–100

Kelembaban baik, FiO2 akurat

Tidak nyaman untuk sebagian

Tracheostomy collar

8–10

30–100

Kelembaban baik, nyaman, FiO2 hampir akurat

T-piece

8–10

30–100

Sama dengan tracheostomy collar

Berat dengan pipa

Face tent

8–10

30–100

Kelembaban baik, FiO2 hampir akurat

Besar, tidak praktis

D.




Tindakan-tindakan keperawatan yang dapat mengoptimalkan terapi oksigen

Apabila seorang pasien menerima terapi oksigen, hal-hal yang seharusnya dilakukan oleh perawat adalah :

· Menjelaskan alasan dan pentingnya kepada pasien

· Evaluasi efektifitas, observasi tanda-tanda hipoksia. Beritahu dokter bila pasien mengalami gelisah, cemas, somnolen, sianosis, atau takikardia

· Analisa gas darah dan bandingkan dengan dengan nilai normal

· Pasang oksimetri nadi untuk monitor saturasi oksigen

· Jelaskan pada pasien atau pengunjung untuk menghindari rokok saat terapi oksigen

Disamping itu untuk mengefektifkan terapi oksigen ini perlu dilakukan tindakan modalitas lain yang bisa saling mendukung. Di antaranya adalah :

1. Chest Fisiotepry, perkusi, postural drainage, Batuk efektif

Tindakan fisioterapi dada dilakukan untuk mengontrol sekresi pada jalan nafas secara meluas. Sekret yang dikeluarkan perlu untuk dikeluarkan melalui batuk ataupun suction, untuk tindakan batuk efektif perlu dilakukan tindakan mengambil nafas dalam, menutup glottis dengan tujuan untuk memberi tekanan pada bagian belakang dada untuk kemudian dengan kekuatan penuh dikeluarkan.

Fisiotetapi dan batuk efektif berhubungan dengan bersihan jalan nafas terhadap mucus pasien yang menghambat sekresi dari trakeobronkial (Jones and Rowe, 1999)

Akumulasi Sekret yang terjadi pada pasien bisanya terjadi pada penderita :

- bronchitis

- asma

- fibrosis cystic

- pneumonia

- bronkoekstasis

Pada Pasien post operasi juga dapat terjadi peningkatan akumulasi secret, sehingga menyebabkan atelektasis, kolap lubuler, sehingga perlu dilakukan fisioterapi dada tetapi penggunaannya memerlukan terapi modalitas yang lain. Misalnya : Pemberian mukolitik, Pemberian system hidrasi yang baik, pemberian bronkodilator termasuk juga pemberian antibiotic.

Tujuan Utama fisioterapi dada :

· Membersihkan jalan nafas dari penumpuikan secret yang berlebih sehingga tidak mengurangi kerja jalan nafas

· Memfasilitasi klien dalam penggunaan batuk untuk mengeluarkan sekret

Hidrasi yang adekuat penting dilakukan untuk pasien dengan program kebersihan paru. Cairan yang diberikan menyebabkan mukus atau sekret lebih lancer dan berair sehingga dapat bergerak ketika dibatukkan dapat keluar lebih mudah, tetapi pemberian hindarsi ini dapat menjadi kontra indikasi terhadap penyakit lain, misalnya gagal jantung , gagal ginjal.

Dengan dilakukan 3 – 4 kali fisioterapi dada/hari dan 2 liter atau lebih cairan/ hari yang diberikan maka akan mencegah dan menciptakan dan membangun kebersihan jalan nafas, mengurangi sesak nafas, meningkatkan kerja pernafasan dan membantu pertukaran gas.

  1. Suctioning

Beberapa tindakan yang dianggap perlu dan penunjang untuk membuka jalan nafas dianggap berpotensi untuk mencegah terdanya obtruksi oleh karena secret, benda asing, dan obstruksi mekanik yang disebabkan oleh jaringan bagian atas.

Tindakan ini mungkin tidak berhubungan dengan order dokter, tetapi tergantung oleh situasi yang ada, intervensi yang dilakukan ketika terjadi sumbatan jalan nafas pada saat itu maka segera dilakukan pembebasan jalan nafas.

Manajemen dalam kepatenan jalan nafas meliputi: Hidung, jalan nafas bagian atas, serta trakea, system jalan nafas bagian bawah.

Suctioning ditujukan untuk mengangkat secret dari jalan nafas, sehingga klien dengan ketidakmampuan atau kegagalan baik pada proses menelan atauapun pada proses pembebasan jalan nafas lainnya dapat terhindar dari obstruksi

Rabu, 09 September 2009

The Six-Minute walk Test

Definisi dan Tujuan

The Six-Minute Walk Test (6 MWT) merupakan tes yang sederhana dan praktis, yang membutuhkan jarak 100 ft (kira-kira 30 m) tanpa peralatan latihan atau pelatihan mahir bagi seorang teknisi. Tes ini bertujuan untuk mengukur jarak dimana pasien dapat berjalan secepat mungkin pada permukaan datar dan keras dalam waktu 6 menit. Disamping itu tes ini mampu mengevaluasi berbagai sistem tubuh yang terlibat selama latihan yang meliputi sistem pulmoner, sistem kardiovaskuler, sirkulasi sistemik, sirkulasi perifer, darah, unit neuromuskuler dan metabolisme otot. Pemeriksaan ini bisa mencerminkan tingkat kapasitas fungsional yang lebih baik dari aktivitas fisik.

Tes ini telah menjadi alat evaluasi standar pada awal program rehabilitasi untuk mengkaji kapasitas latihan dan mengatur porsi latihan. Tes ini menjadi penentu hasil dari program pengkondisian fisik dan telah digunakan sebagai bagian seleksi kriteria pasien yang mendapat transplantasi paru.

Prosedur Tindakan

Pengkajian

Sebelum dilaksanakannya tindakan ini, perlu terlebih dahulu dilakukan pengkajian. Pengkajian di tujukan untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi tindakan 6MWT, indikasi dan kontra indikasi dari tindakan 6MWT. Faktor-faktor yang mempengaruhi tindakan 6MWT adalah:

a. Faktor-faktor yang berhubungan dengan jarak berjalan 6 menit lebih pendek:

- TB lebih pendek (tungkai lebih pendek)

- Usia tua

- BB lebih berat

- Jenis kelamin perempuan

- Sadar terganggu

- Koridor berjalan lebih pendek (banyak berbelok)

- COPD, asma, Kistik fibrosis,penyakit intersisielparu

- Angina, infark myokardial, CHF, stroke. Transient iskemik attack, penyakit pembuluh darah perifer

- Indek tangan-tumir

b. Faktor-faktor yang berhubungan dengan jarak berjalan 6 menit lebih panjang :

- Berbadan tinggi (tungkai lebih panjang)

- Jenis kelamin laki-laki

- Bermotivasi tinggi

- Pasien sebelumnya menjalani tes

- Medikasi sebelum tes

- Sumplemen oksigen

Indikasi dari dilakukannya tindakan 6 MWT adalah :

a. perbandingan penanganan sebelum da sesudah :

- transplantasi paru atau reseksi paru

- Pembedahan reduksi volume paru

- Rehabilitasi paru

- Terapi obat untuk COPD

- Hipertensi pulmoner

- Gagal Jantung

b. Mengukur status fungsional :

- COPD

- Cystic fibrosis

- Gagal Jantung

- Penyakit pembuluh darah perfifer

- Pada pasien-pasien usia lanjut

c. Memperkirakan lama dirawat dan kematian :

- dari gagal jantung

- COPD atau

- Hipertensi pulmoner

Sementara itu untuk kontraindikasi terdiri dari dua hal. Pertama adalah bersifat mutlak meliputi angina unstabil dan infark miocard selama bulan yang lalu. Kontraindikasi relatif meliputi denyut jantung istirahat lebih dari 120 x/mnt, tekanan darah sistole lebih dari 180 mmHg dan tekanan darah diastole lebih dari 120 mmHg. Pasien dengan temuan seperti ini harus dirujuk ke dokter yang menangani atau mengawasi tes untuk penilaia klinis individu dan keputusan tentang dilakukannya test. Hasil EKG 6 bulan yang lalu juga dievaluasi sebelum tes. Angina stabil akibat pengerahan tenaga bukanlah kontraindikasi untuk 6 MWT, tetapi pasien dengan simptom seperti ini harus melakukan tes setelah menggunakan obat antiangina dan obat nitrat penyelamat harus siap tersedia

Persiapan Pelaksanaan

a. Persiapan Alat

- Stopwacth

- Penghitung lintasan mekanik

- Dua kerucut untuk menandai batas untuk berputar

- Kursi yang bisa dengan mudah dipindah sepanjang jalan

- Lembar catatan

- Tabung oksigen

- Sphygmomanometer

- Telepon

- Defibrilator

2. Persiapan Pasien

- Menganjurkan pasien memakai pakaian yang nyaman

- Menganjurkan pasien menggunakan sepatu yang sesuai

- Menganjurkan pasien menggunakan alat bantu jalan biasanya selama tes misalnya tongkat, walker

- Obat-obatan tetap dilanjutkan

- Makanan ringan diperbolehkan seebelum tes pagi atau sore

- Pasien tidak diperkenankan latihan berlebihan dalam 2 jam pada permulaan tes

Pelaksanaan Tindakan

- Mengulangi tes harus dilakukan pada waktu yang sama tiap hari untuk meminimalkan variasi

- Periode pemanasan sebelum tes tidak diperlukan

- Pasien harus duduk istirahat di kursi, dekat posisi start minimal selama 10 menit sebelum tes dimulai. Selama waktu tersebut, periksa kontraindikasi, hitung nadi dan ukur tekanan darah, dan pastikan pakaian dan sepatu yang sesuai dan nyaman. Isi bagian awal lembar catatan (lihat lampiran 2)

- Jika dilakukan oksimetri nadi (boleh dilakukan boleh tidak), ukur dan catat batas denyut jantung (HR) dan saturasi oksigen (SpO2) dan ikuti instruksi dari pabrikan untuk meminimalkan sinyal dan meminimalkan barang-barang bergerak. Pastikan pembacaan stabil sebelum pencatatan. Catat regularitas nadi dan apakah kualitas sinyak oksimetri dapat diterima.

- Minta pasien berdiri dan hitung dispneu dan keletihan pasien dengan skala Borg

- Atur penghitung lintasan pada angka nol dan penghitung waktu 6 menit. Pasang semua peralatan (penghitung lintasan, penghitung waktu, papan, skala Borg, lembar catatan) dan pindahlah ke tempat star

- Perintahkan pasien sbb:

“Tujuan dari tes ini adalah berjalan sejauh-jauhnya selama 6 menit. Anda akan berjalan bolak balik di jalan ini. 6 menit adalah waktu yang lama bagi Anda untuk berjalan, sehigga Anda harus memaksa diri Anda. Anda mungkin akan kehabisan nafas dan kelelahan. Anda diperbolehkan untuk pelan-pelan, berhenti dan istirahat jika perlu. Anda boleh bersandar pada dinding selama isstirahat, tetapi kembali berjalan secepat yang Anda mampu. Anda akan berjalan bolak balik disekitar kerucut. Anda harus berjalan cepat memutari kerucut dan melanjutkan ke sisi lain tanpa ragu-ragu. Sekarang saya akan menunjukkan pada Anda. Tolong lihat cara saya berbelok tanpa ragu-ragu. Demonstrasikan 1 lintasan. Berjalanlah dan putari kerucut dengan cepat. “Anda siap? Saya akan menggunkaan penghitung waktu untuk menghitung jumlah lintasan yang Anda tempuh. Saya akan klik tombol saat Anda berpitar pada garis star. Ingat bahwa tujuan berjalan adalah sejauh munkgin selama 6 menit, tapi jangan berlari. Mulai sekarang, atau kapanpun Anda siap”

- Posisikan pasien pada garis star. Kamu juga harus berdiri dekat garis star selama tes. Jangan berjalan dengan pasien. Segera setelah pasein berjalan, mulai hitung waktu.

- Jangan berbicara dengan seorangpun selama berjalan. Gunakan suara keras saat memberi dorongan. Perhatikan pasien. Hindari hilang perhatian dan kehilangan hitungan lintasan. Setiap pasien kembali ke garis star, klik penghitung lintasan sekali (atau tandai lintasan pada lembar catatan). Biarkan peserta melihat yang kamu lakukan. Lakukan klik dengan body language, seperti menggunakan stopwacth pada balapan.

Setelah menit pertama, beritahu pasien (dengan tekanan) “Anda melakukan dengan baik. Waktu Anda tingga 5 menit.”

Saat waktu tinggal 4 menit, beritahu pasien “Pertahankan kerja bagus Anda. Waktu Anda 4 menit lag.”

Saat tinggal 3 menit lagi, katakan pasien “Kerja bagus. Anda sudah separuh jalan.”

Saat tinggal 2 menit, katakan “pertahankan. Waktu 2 menit lagi”

Saat kurang 1 menit lagi, Katakan Anda melakukannya dengan baik. Waktu tinggal 1 menit lagi.

Jangan gunakan kata-kata lain untuk memberikan dorongan (atau body language untuk mempercepat)

Jika pasien berhenti berjalan selama tes dan butuh istirahat, katakan: “Anda bisa bersandar di dinding jika Anda tidak akan menghentikan tes. Jika pasien berhenti sebelum menit ke 6 selesai dan menolak melanjutkan (atau Kamu memutuskan bahwa mereka tidak dapat melanjutkan), Bawa kursi ke dekat pasien untuk duduk, hentikan berjalan dan catat pada lembar catatan jarak, waktu berhenti dan alasan berhenti sebelum selesai.

Jika waktu 15 detik mendekati selesai, katakan: “sekarang saya akan katakan untuk berhenti. Berhentilah segera dimana saja Anda dan saya akan datang kepada anda.

Saat alarm berbunyi, katakan “berhenti!”, berjalanlah ke arah pasien. Bawalah kursi jika pasien tampak lelah. Tandai titik ditempat mereka berhenti dengan meletakkan pita pada lantai.

- Post-tes: Catat tingkat dispneu dan keletihan paska berjalan dan tanyalah: “Apakah yang menyebabkan Anda Berjalan lebih jauh?”

- Jika menggunakan oksimeter, ukur SPO2 dan denyut nadi dari oksimetri dan kemudian lepas sensor.

- Catat jumlah lintasan (Tandai tebal pada labar catatan)

- Catat jarak tambahan yang ditempuh (jumlah meter pada lintasan tambahan). Kalkulasi total jarak berjalan, dan catat pada lembar cacatan.

- Beri ucapan selamat pada pasien atas upaya yang bagus dan tawarkan air minum.

3. Evaluasi

Kebanyakan 6MWT dilakukan sebelum dan sesudah intervensi. Pertanyaan utamanya adalah apakah pasien telah mengalami perbaikan signifikan secara klinis.

Peningkatan rata-rata signifikan dalam 6MWT secara statistik ditemukan pada pasien COPD dari sejumlah 112 pasien, 95 % perbaikannya signifikan. Sementara pada 45 pasien lansia dengan gagal jantung hasilnya cenderung memburuk.

Hal-hal yang perlu dievaluasi adalah dalam 6MWT adalah:

  1. Total jarak berjalan
  2. Dispneu dan fatigue diukur dengan skala analog visual dan Borg (lihat lampiran 1)
  3. Saturasi oksigen dapat dilakukan dengan oksimetri nadi